DEREGULASI perbankan sudah berlangsung sejak 14 tahun yang lalu. Terdapat Kesan yang tidak konsisten dalam memberlakukan Deregulasi tersebut. Bahkan, dampak yang kini terasa yaitu mulai rapuhnya bank swasta untuk berdiri, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal bank.
Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Deregulasi Tahun 1983
Pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor moneter, khususnya perbankan, melalui kebijakan 1 Juni 1983. Deregulasi ini menyangkut tiga segi: peningkatan daya saing bank pemerintah, penghapusan pagu kredit, dan pengaturan deposito berjangka. Dalam ketentuan itu, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito serta suku bunga kredit. Langkah ini dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki dana menganggur tertarik untuk menyimpan di bank pemerintah. Sebab pada saat itu, suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi dari pada bank pemerintah. Yaitu 18%, sementara bank pemerintah hanya 14-15 %.
Analisinya : kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintah tidak efesien dan efektif. Hal ini dikarenakan jika Pemerintah menentukan tingkat suku bunga dan deposito serta bunga kredit dengan bebas, yang ada nantinya akan menimbulkan inflasi.
Deregulasi Tahun 1985
Pemerintah memberlakukan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 yang mengalihkan tugas dan wewenang Ditjen Bea dan Cukai (BC) dalam pemeriksaan barang kepada surveyor asing SGS. Ini sama saja dengan pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada pihak asing (SGS) dalam memeriksa barang. Keluarnya Inpres Nomor 4, tak lain sebagai reaksi pemerintah atas penyalahgunaan wewenang oleh BC yang banyak diributkan oleh dunia usaha.
Analisa : hal ini seharusnya tidak dilakukan oleh Pemerintah kita karena dengan pemberlakuan hal ini dalam kalangan perdagangan Internasional sangkutannya bukan hanya Negara kita sendiri tapi juga Negara lain. Oleh karena itu, lebih baik Pemerintah memberikan wewenang yang wajar untuk Negara lain dalam hal ini agar pengaruh asing ke Negara kita juga bisa tersaring apa-apa saja yang berkaitan dengan hal ini.
Deregulasi Tahun 1986
Lewat paket kebijakan 6 Mei (Pakem), pemerintah menghapus sertifikat ekspor (SE). SE merupakan fasilitas empuk yang banyak digunakan eksportir untuk memperoleh pengembalian bea masuk dan unsur subsidi, ini diberikan bersamaan dengan kredit ekspor.
Deregulasi Tahun 1987
Pemerintah mengeluarkan deregulasi 15 Januari 1987, tentang industri kendaraan bermotor, mesin industri, mesin listrik, dan tarif bea masuk. Untuk bea masuk, pemerintah memberikan keringanan bea terhadap barang-barang tertentu, seperti Tekstil, kapas, dan besi baja. Sedangkan untuk industri mesin pemerintah memberikan perlakuan kemudahan ijin usaha. Dan untuk industri kendaraan bermotor, pemerintah memberikan kemudahan perakitan kendaraan dan pembuatan dan perakitan bagian kendaraan bermotor.
Deregulasi Tahun 1988
Inilah tahun booming dunia perbankan Indonesia. Bayangkan, hanya dengan modal Rp 10 milyar, seorang pengusaha punya pengalaman atau tidak sebagai bankir, sudah bisa mendirikan bank baru. Maka, tak pelak lagi berbagai macam bentuk dan nama bank baru bermunculan bagai jamur di musim hujan. Itulah salah satu bentuk kebijakan deregulasi 27 Oktober 1988, atau yang dikenal dengan sebutan Pakto 88. Tak hanya itu, bank asing yang semula hanya beroperasi di Jakarta, kini bisa merentangkan sayapnya ke daerah lain di luar Jakarta. Sementara untuk mendirikan bank perkreditan, modal yang disetor menurut Pakto 88, hanya Rp 50 juta seseorang sudah bisa punya bank BPR
Analisa : pemberlakuan deregulasi tahun ini sungguh sangat mencengangkan. Seharusnya pemberlakuan untuk pembukaan atau pendirian suatu bank yang baru bukan hanya di lihat dari banyak (kisaran) dana yang dimiliki oleh pendiri. Karena itu sangat tidak efesien dan efektif. Hal ini akan menyebabkan terjadinya inflasi dan berdampak besar bagi kehidupan rakyat sehingga timbullah krisis moneter.
Kesimpulan secara keseluruhan :
Dari beberapa paket deregulasi di atas, dapat kita simpulkan bahwa adanya kekurang pahaman dalam Bank Sentralnya. Kekurangan paham ini bisa meliputi dari bermacam banyak jenis bank yang ada. padahal modal awal untuk mendirikan suatu kelembagaan keuangan bukan hanya modal yang besar tapi juga ketepatan dalam bertindak ketika ingin atau hendak melakukan, tapi modalnya adalah Trampilnya dalam mengelola uang yang dia punya sehingga kemungkinan inflasi pun bisa tertutup.