'MIMPI' sebuah kata yang tanpa sadar ternyata telah banyak menyita pemikiran diantara insan di bumi. Lewat mimpilah terkadang, seseorang mengharapkan petunjuk yang diberikan oleh Rabbul 'alamiin. Mimpi jualah yang dijadikan patokan manusia dalam bertindak agar mimpi buruk yang dialami olehnya tidaklah menjadi kenyataan. Namun apabila mimpi itu indah, maka kita pun akan terlalaikan olehnya karena begitu banyak harapan kenyataan menjadi seperti mimpi.
Tidaklah salah dalam bermimpi. Karena mimpi bukanlah secara naluri kemauan dari masing-masing kita semua. Namun, perlu kita ketahui bahwa tidaklah semua mimpi datang dari Rabbul 'alamiin, melainkan mimpi pun bisa datang dari syaitan. Mimpi pun tidak selamanya berupa petunjuk dari Rabbul 'alamiin, karena Allahu Ta'ala tidak menjadikan mimpi sebagai bentuk jawaban atas setiap istikharah hamba-Nya. Inilah yang perlu kita sadari dan ketahui, agar kita tidak menjadikan mimpi diatas jawaban dari segala-galanya (dalam hal ini jika mimpi buruk yang kita alami).
Mimpi datang dari Allahu Ta'ala dan syaitan. Mimpi yang datang dari Allahu Ta'ala pastilah mimpi yang baik-baik atau yang tidak menakutkan pemimpinya. Namun sebaliknya, mimpi yang buruk atau menakutkan pemimpinya itu datang dari syaitan. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu:
إِذَا
رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُهَا فَإِنَّمَا هِيَ مِنَ الشَّيْطَانِ،
فَلْيَسْتَعِذْ مِن شَرِّهَا وَلاَ يَذْكُرْهَا لِأَحَدٍ فَإِنَّهَا لاَ
تَضُرُّهُ
“Bila
seseorang dari kalian bermimpi perkara yang dibencinya (mimpi buruk)
maka hanyalah mimpi itu dari setan. Karena itu, hendaklah ia berlindung
kepada Allah dari kejelekan mimpi tersebut dan janganlah ia ceritakan
mimpinya kepada seorang pun. Sungguh mimpi itu tidak akan
memudaratkannya.”
Dalam hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan Al-Imam Muslim rahimahullahu disebutkan bahwa Abu Qatadah berkata:
كُنْتُ
أَرَى الرُّؤْيَا فَتُمْرِضُنِي حَتَّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ مِنَ اللهِ،
فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلاَ يُحَدِّثْ بِهَا إِلاَّ مَنْ
يُحِبُّ. وَإِنْ رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلْيَتْفُلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلاَثًا،
وَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشَرِّهَا وَلاَ
يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ…
“Aku
pernah bermimpi buruk hingga mimpi itu membuatku sakit/lemah. Sampai
akhirnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
bahwa mimpi yang bagus itu dari Allah, maka bila salah seorang dari
kalian bermimpi melihat perkara yang disukainya maka jangan ia ceritakan
mimpi tersebut kecuali kepada orang yang dicintainya. Bila yang
diimpikan itu perkara yang tidak disukai (mimpi buruk), hendaklah ia
meludah sedikit ke kiri tiga kali, berlindung kepada Allah dari
kejelekan setan dan dari kejelekan mimpi tersebut, dan jangan ia
ceritakan mimpi itu kepada seorang pun. Bila demikian yang dilakukannya
niscaya mimpi itu tidak akan memudaratkannya.”
Adapun dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنْ رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ وَلاَ يُحَدِّثْ بِهَا النَّاسِ
“Bila
seseorang dari kalian melihat perkara yang dibencinya dalam mimpinya
maka hendaklah ia bangkit dari tempat tidurnya (untuk berwudhu) lalu
mengerjakan shalat dan jangan ia ceritakan mimpinya itu kepada manusia.”
(HR. Muslim)
Dengan demikian ada beberapa perkara yang diperintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang bermimpi buruk:
1. Meludah sedikit ke arah kirinya tiga kali
2. Berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kejelekan setan (membaca ta’awudz) sebanyak tiga kali
3. Berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kejelekan apa yang dilihatnya (dalam mimpi)
4. Memalingkan lambung/rusuknya ke arah yang berlainan dari arah semula
5. Tidak boleh diceritakannya kepada seorangpun
6. Hendaknya ia bangkit dari tempat tidurnya (untuk berwudhu) lalu mengerjakan shalat.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Fadhilatisy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, 1/327-330)
——————————————
1
Perkaranya sudah paten, dari sananya demikian. Tidak ada andil bagi
akal dalam penetapannya, namun semata-mata dari wahyu, Al-Qur`an dan
As-Sunnah. (pent.)
2
Seperti Zhuhur 4 rakaat, Subuh 2 rakaat, Maghrib 3 rakaat, dan
seterusnya. Apa hikmahnya? Jawabannya, tak ada yang tahu. Penetapan
bilangan 4, 2, dan 3 ini merupakan perkara tauqifiyyah. Bukan hasil
ijtihad akal seorang manusia, namun semata-mata dari wahyu. Sehingga tak
boleh seorang pun mengubah jumlah rakaat shalat-shalat tersebut dengan
buah pikirannya. (pent.)
3 Karena peristiwa di alam nyata atau pikirannya di alam nyata itulah yang membawanya sampai bermimpi.
4
Berbicara dengan bisik-bisik di hadapan kaum mukminin, sehingga si
mukmin menyangka bahwa yang dibicarakan adalah rencana untuk
mencelakakannya dan menimpakan kejelekan padanya. Akibatnya ia merasa
sedih, takut, dan khawatir. (pent.)
Diambil dari Majalah Asy Syariah Vol.III/No.32/1428H/2007M
(dishare oleh: http://muwahiid.wordpress.com/2007/08/01/makna-hadits-mimpi-seorang-mukmin-bagian-dari-nubuwwah/)
Subhanallah, bermanfaat sekali... Boleh aku save ya sayang ilmunya... Aku sering mimpi buruk belakangan ini...
BalasHapusFoll blog aku yah, aku agak binun ni follow kamu lewat mana? Gak ada widgetnya ^^"
http://ismarmiaty.blogspot.com
Na'am teteh...
BalasHapusheeemmm, masah iyah ndak ada wedgetnya???
aku ceeek dulu yah teteh... ^^
Siiippp,,, diriku follow yah teeeh ^_^